Analisis Semiotika Pada Film Parasite



Pendahuluan

Parasite atau dalam Bahasa Koreanya “Gisaengchung”, merupakan film drama thriller yang disutradarai, dan ditulis oleh Bong Joon-ho bersama Kwak Sin-ae dan Jang Young-hwan yang memproduseri film ini serta Han Jin-won yang juga menulis naskah untuk film ini. Film ini dibintangi Song Kang-ho, Lee Sunkyun, Cho Yeo-jeong, Choi Woo-shik, dan Park So-dam. Aktor yang bermain dalam film ini merupakan aktor kawakan Korea Selatan yang sudah tidak dipertanyakan lagi kemampuannya dalam beradu akting. Salah satu karya film dengan banyak semiotika di dalamnya ialah Film Parasite yang berasal dari Negeri Gingseng, Korea Selatan.

Film ini ditayangkan perdana di Festival Film Cannes ke-72 pada 21 Mei 2019 di Perancis. Parasite pun menjadi film Korea Selatan pertama yang memenangi Palme d'Or atau Palem Emas. Palem Emas adalah hadiah tertinggi yang diberikan kepada sebuah film pada Festival Film Cannes dan disampaikan kepada sutradara film terbaik kompetisi utama. Film ini juga menjadi film pertama yang menang dengan suara bulat setelah Blue Is the Warmest Colourpada tahun 2013. Film ini meraih kritikan positif yang luar biasa, dan sering kali digadang-gadang sebagai salah satu film asal Korea Selatan terbaik sepanjang masa, serta salah satu film terbaik di dekade 2010-an. Dengan penghasilan kotor lebih dari 160 juta dolar AS di seluruh dunia, film ini juga merupakan salah satu film paling sukses secara komersial di Korea Selatan.


Isi

Tema utama Parasite adalah perjuangan kelas bawah dan kesenjangan sosial. Banyak pengkritik film menganggap film ini sebagai cerminan kapitalisme zaman modern dan beberapa pengkritik lainnya mengaitkan dengan istilah "Neraka Joseon" yang terutama populer di kalangan orang muda pada akhir 2010- an untuk menggambarkan kesulitan hidup di Korea Selatan. Film ini juga menyinggung kebiasaan menggunakan orang dalam pada kehidupan sehari-hari. Peneliti sangat tertarik untuk mengangkat film ini karena pesan moral tentang perjuangan hidup yang dilakukan seseorang demi mensejahterakan keluarganya tersampaikan dengan apik melalui beberapa scene pada film ini. Alur ceritanya sempat menjadi tanda tanya besar dan kontroversi di kalangan penikmat film. Tidak sedikit pula ulasan di internet yang menyebutkan bahwa film ini biasa saja, tidak ada unsur spesial yang mampu membuatnya memenangkan penghargaan sebanyak itu. Jalan ceritanya dianggap aneh, beberapa orang menganggap film ini terlalu “berdarah” untuk sekadar film drama. Namun menurut peneliti adalah sebaliknya, Parasite memang mumpuni untuk bersaing di kancah internasional. Matangnya materi yang disuguhkan pada film ini patut diacungi jempol. Tata letak gambar yang banyak memberi pesan tersirat, hingga dialog aktor yang kerap menyindir kalangan elit Korea Selatan menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk disaksikan.


Kesimpulan

Terdapat tiga pesan moral utama dalam film ini yang ditampilkan melalui makna denotatif, konotatif serta mitos yaitu, adanya pemberlakuan hukum karma dalam budaya Korea Selatan yang menyebabkan setiap individu akan menerima ganjaran yang setimpal akan perbuatannya. Pesan moral kedua adalah bagaimana keluarga menjadi faktor utama dan tempat seseorang selalu kembali dalam rasa aman, maka dari itu, keluarga adalah aspek yang sangat harus diperjuangkan seumur hidup. Ketiga, selalu ada sebab akibat dan dua sisi dalam setiap kejadian. Parasite mengajarkan kita bahwa dibalik reputasi Korea Selatan yang maju dan megah di mata dunia, masih ada pihak-pihak yang harus mengemban dampak modernisasi dan liberalisasi kebudayaan yang tidak sesejahtera seperti wajah Korea Selatan selama ini.

Komentar